Hari ini umat Islam memasuki Tahun baru
Hijriyah 1433 H. Beberapa hari lagi kita akan mengakhiri tahun 2012 M.
Detik-detik pergantian tahun selalu menjadi pusat perhatian hampir
seluruh umat manusia. Sudah menjadi hal yang lumrah bila malam
pergantian tahun selalu meriah dengan acara yang semarak. Semaraknya
malam pergantian tahun bahkan telah melalaikan manusia akan makna waktu
dan lalai terhadap mengingat Allah. Tetapi kita juga jumpai segelintir
hamba Allah yang dengan penuh harap dan takut berhitung diri (muhasabah)
agar mendapatkan keberkahan dengan makin berkurangnya usia di dunia.
Pergantian tahun merupakan salah satu
ukuran pergantian waktu yang tak dapat dielakkan. Waktu yang sudah
bergerak tak dapat ditahan dan diundurkan lagi. Setiap ruangan waktu
memilki kejadiannya sendiri. Dalam waktu terkandung jejak perjalanan
manusia yang akan diputar ulang kelak di hadapan pencipta waktu, Allah
SWT.
Banyak manusia yang dengan waktunya
memperoleh kejayaan dan tidak sedikit yang merasa waktu yang dimilikinya
sebagai duri yang terus menusuk jiwanya. Orang yang memperoleh kejayaan
adalah orang yang menggunakan waktunya dengan melakukan amal sebanyak
dan sebaik mungkin. Detik, menit, jam dan hari yang dimiliki orang
sukses adalah jejak ikhtiar yang menjadi investasi kejayaannya.
Sedangkan bagi manusia yang menderita adalah mereka yang waktu-waktunya
dilewatkan dengan melalaikan potensi dan momen yang dimilikinya. Banyak
nikmat yang tidak disyukuri dan banyak momen yang terlewat sehingga
mereka tidak mendapat apa-apa dari waktu yang dimilikinya.
Perayaan tahun baru adalah hari libur
tertua sepanjang sejarah. Tahun baru pertama dirayakan di Babilonia kuno
sekitar 4000 tahun yang lalu. Sekitar tahun 2000 SM, Tahun baru
Babilonia dimulai pada bulan baru (tepatnya pada bulan sabit pertama
terlihat) setelah “Vernal Equinox” (hari pertama musim semi).
Awal musim semi adalah saat yang tepat
merayakan tahun baru. Disamping semua itu, saat itu merupakan saatnya
“kelahiran kembali”, saat tumbuhnya pepohonan dan tanaman. Tanggal 1
Januari, di lain sisi, tidak memiliki arti astronomi maupun pertanian.
Jadi bagi mereka tidaklah masuk akal untuk merayakan tahun baru pada
hari itu. Tahun baru babilonia berlangsung selama 11 hari. Tiap hari
memiliki jenis perayaan yang berbeda dan unik.
Setelah bangsa Babilonia, kemudian
bangsa Romawi kemudian menetapkan tahun baru pada bulan Maret, tapi
kemudia perhitungan kalender mereka tercampur aduk dengan kelender dari
kerajaan-kerajaan lain sehingga kemudia kalender tersebut tidak sejalan
dengan pergerakan matahari.
Di ajaran Islam, permulaan Tahun Baru
Islam ditetapkan sejak masa Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah Umar
setelah bermusyawarah dengan sahabat Nabi SAW lainnya menetapkan Tahun
Baru Islam dimulai tanggal 1 Muharram. Tanggal 1 Muharram pada Kalender
Hijriyah merupakan tonggak bersejaran dimana Nabi Muhammad SAW beserta
Sahabat dan pengikutnya melakukan hijarh dari Mekah ke Madinah. Sejak
peristiwa Hijarh iniliah Islam mengalami perkembangan pesat dan
penyebarannya meluas ke luar Jazirah Arab.
Pada Kalender Hijriyah yang memakai
perhitungan peredaran bulan, terkandung hitungan penentuan peribadahan
kaum muslimin seperti penentuan 1 Muharram, Bulan Ramadlan, , Idul
Fitri, Pelaksanaan Haji Idul Adlha, Puasa sunnah. Selain itu sejarah
Rasulullah dan Shahabat dalam Sirah Nabawiyah tercatat dengan tepat
dalam hitungan Kalender Hijriyah.
Pergantian tahun
mengingatkan kita bahwa jatah hidup kita di dunia ini semakin berkurang.
Seorang ulama besar, Imam Hasan Al-Basri, mengatakan, ”Wahai anak Adam,
sesungguhnya Anda bagian dari hari, apabila satu hari berlalu, maka
berlalu pulalah sebagian hidupmu.”
Dengan makna seperti itu, seharusnyalah kalau pergantian tahun justru mesti kita manfaatkan untuk mengevaluasi (muhasabah) diri. Allah SWT berfirman,
Dengan makna seperti itu, seharusnyalah kalau pergantian tahun justru mesti kita manfaatkan untuk mengevaluasi (muhasabah) diri. Allah SWT berfirman,
”Wahai orang-orang beriman
bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah disiapkan untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kalian
kerjakan.” (QS 59: 18).
Khalifah Umar bin Khathab menyatakan, "Hitunglah
diri kalian sebelum kalian dihitung. Timbanglah amal-amal kalian
sebelum ditimbang. Bersiaplah untuk menghadapi hari yang amat dahsyat.
Pada hari itu segala sesuatu yang ada pada diri kalian menjadi jelas,
tidak ada yang tersembunyi."
Rasulullah SAW bersabda, ”Tidaklah
melangkah kaki seorang anak Adam di hari kiamat sebelum ditanyakan
kepadanya empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang
masa mudanya untuk apa digunakan, tentang hartanya dari mana diperoleh
dan ke mana dihabiskan, dan tentang ilmunya untuk apa dimanfaatkan.” (HR
Tirmidzi).
Terkait dengan usia itu, Rasulullah SAW menjelaskan, ‘‘Sebaik-baik
manusia ialah yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya,
sedangkan seburuk-buruk manusia adalah yang panjang umurnya tetapi buruk
amal perbuatannya.” (HR Tirmidzi).
Al Quran juga menuntun kita agar tidak
merugi ditelan waktu. Hanya orang yang beriman, beramal sholeh, saling
menasehati dalam mentaati kebenaran dan menetapi kesabaranlah yang akan
menikmati keberuntungan. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Ashr/103:1-3
- Demi masa.
- Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
- Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Dengan mengingat hakikat waktu, seorang
muslim diharapkan semakin hati-hati memanfaatkan waktu yang tersedia.
Tahun baru yang merupakan bagian dari waktu perlu direnungi untuk
mendapatkan pelajaran (ibrah) dalam rangka meningkatkan pemahaman dan
amal. Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa pergantian
Tahun Masehi sebagai berikut :
Pergantian tahun baru pada hakikatnya adalah mengingatkan manusia tentang pentingnya waktu. Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata, ”Siapa yang mengetahui arti waktu berarti mengetahui arti kehidupan. Sebab, waktu adalah kehidupan itu sendiri.”
Dengan begitu, orang-orang yang selalu menyia-nyiakan waktu dan umurnya adalah orang yang tidak memahami arti hidup. Ulama kharismatik, Dr Yusuf Qardhawi, dalam kitab Al-Waqtu fi Hayatil Muslim menjelaskan tentang tiga ciri waktu. Pertama, waktu itu cepat berlalunya. Kedua, waktu yang berlalu tidak akan mungkin kembali lagi. Dan ketiga, waktu itu adalah harta yang paling mahal bagi orang beriman.
Orang yang sukses senantiasa mengingat dan memperhitungkan apakan hari ini telah dilewati dengan mendapatkan prestasi yang lebih baik dari kemarin atau tidak. Dengan demikian seorang muslim akan terus meningkatkan diri untuk terus menambah keberuntungan hidupnya agar tidak tertipu waktu apalagi celaka.
Semoga kita termasuk golongan orang yang sukses yaitu amal hari ini lebih baik dari hari kemarin. Semoga kita terhindar menjadi oarnag yang tertipu waktu dan celaka karena amal yang dikerjakan hari ini sama saja bahkan lebih buruk dari hari kemarin.
Hijrah berarti berpindah atau meninggalkan. Dalam makna ini, hijrah memiliki dua bentuk. Hijrah Makaniyah (fisik) dan Hijrah Ma’nawiyah. Hijrah makaniyah (hakiki) adalah berpindah secara fisik, dari satu tempat ke tempat lain. Adapun hijrah secara ma’nawiyah ditegaskan dalam firman Allah SWT.
“Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku senantiasa berhijrah kepada Tuhanku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”Al-Ankabut:26.
“Dan perbuatan dosa tinggalkanlah.” Al-Muddatsir:5
Bentuk-bentuk hijrah maknawiyah di antaranya Meninggalkan kebiasaan mengacuhkan karunia Allah menjadi hamba yang pandai bersyukur. Berpindah dari kehidupan jauh dari tuntunan agama kearah kehidupan yang relijius dan Islami. Berpindah dari sifat-sifat munafik, plin-plan, menjadi konsisten atau istiqomah. Berpindah dari cara-cara haram dalam menggapai tujuan ke arah cara-cara jujur dan halal.
Hijrah juga berarti berkomitmen kuat memegang pinsip kebenaran dan keadilan dan meninggalkan kebatilan dan kezhaliman. Meninggalkan perbuatan, makanan dan pakaian yang haram menjadi hidup sehat dan produkif. Meninggalkan perbuatan buruk dan dosa menuju taat dan berbuat baik hanya kepada Allah SWT.
Hijrah juga serius meninggalkan kedengkian, menjauhi korupsi, tidak saling menjatuhkan sesama orang berima dan enggan saling menghujat. Hijrah juga mermaknai meninggalkan kesia-siaan, merubah kebiasaan hidup menjadi beban, dan tidak mau hidup dalam kebohongan.
Rasulullah saw. bersabda yang diriwayatkan Imam Bukhari: “Barangsiapa yang berhijrah untuk Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang berhijrah untuk dunia (untuk memperoleh keuntungan duniawi) dan untuk menikahi wanita maka hijrah itu untuk apa yang diniatkan nya.”
Wallahu’a’lam.